Cerpeli #01: Saya Hukumnya!

Cerpeli #01: Saya Hukumnya!
Ilustrasi (canva)

Wak Leman tergopoh-gopoh mendatangi rumah Afrizal. Jarak rumahnya dengan rumah Afrizal sebenarnya ndak terlalu jauh. Cuma 100 meteran saja. Tapi rasa cemas yang teramat besar dalam hati Wak Leman membuat nafasnya tak teratur. Keringat bercucuran di keningnya yang lapang. Becek meleleh.

"Tarmizi diangkut!" serunya sesaat pintu rumah dibuka Afrizal. "Kata bininya, tadi polisi menjemput waktu Tarmizi mau salat subuh. Baru gelar sajadah udah ditarik keluar," kata Wak Leman lagi.

Afrizal yang pembawaannya lebih tenang beranjak ke dapur. Dituangnya air putih di gelas lalu disodorkannya pada Wak Leman. "Yok kita datangi ke kantor polisi," tutur Afrizal. Masih dengan suara yang landai.

Pagi kemarin, Wak Leman, Afrizal, Tarmizi dan seratusan warga desa demo ke kantor perusahaan bubur kertas di ibukota kabupaten. Gara-garanya, penebangan pohon akasia milik perusahaan itu bikin air sungai tercemar. Yang dulunya jernih sepekan terakhir hitam pekat. Baunya menyengat dan lengket di kulit.

Tarmizi jadi Korlapnya. Dia juga yang paling keras bersuara. Saking semangatnya, Tarmizi sempat menendang pagar kantor sampai rusak. Kemarahannya beralasan. Sejak air sungai tercemar, Tarmizi tak bisa lagi menangguk ikan. Anaknya juga tiga hari ini menderita gatal-gatal. Waktu Wak Leman usul demo ke perusahaan, Tarmizi langsung setuju.

 

Di kantor polisi, Wak Leman dan Afrizal tertegun melihat kondisi Tarmizi. Pria kekar itu terlihat lemah tak berdaya. Ia hampir telanjang. Hanya sempak belel membalut bagian intimnya. Itupun satu telornya nyembul dari sela kain sempak yang robek. Hampir nangis Wak Leman melihatnya.

Kepada seorang polisi muda yang ada di situ, Afrizal memohon temannya itu dilepaskan. "Kami mohon pak, kasihan anak istrinya nunggu di rumah," kata Afrizal lirih.

Si polisi bergeming. Ia lalu minta Wak Leman dan Afrizal pulang saja. "Biar proses hukumnya berjalan," tutur aparat itu.

Afrizal memohon lagi, "setidaknya jangan dipukul lagi pak.  Jalankan saja sesuai hukum yang berlaku," katanya.

Si polisi berang. "Hukum, hukum apa! Saya ini hukumnya, nggak usah ngeyel!" katanya sembari mengayunkan rotan. "Plak..plak! Leman kena di pipi, Afrizal di hidung.

Kedua pria itu lalu dipaksa masuk ke sel besi yang di atasnya tertulis kata, "Siap Melayani dan Mengayomi".